Belajar Adab Menuntut Ilmu dari Ortu

Alhamdulillah, akhirnya berhasil nulis tugas pertama Kelas Habituasi Sahabat Bunda, kelas daring dari komunitas bunda seluruh Indonesia yang berfokus pada pengasuhan anak, keluarga, semangat mengASIhi, dan MPASI. Masyallah, di materi pertama ini membahas tentang adab menuntut ilmu, jadi bahan penyegaran dan pengingat diri untuk terus menerapkan adab ketika belajar.


Jika berbicara tentang adab menuntut ilmu, aku selalu ingat kedua orang tuaku. Bapak dan ibu selalu mengingatkan aku ketika hendak berangkat sekolah, beliau selalu berpesan, "Sinau sek giat (belajar yang giat), gatekke gurune (perhatikan gurunya), jaga sopan santun, dan berdoa dhisik (beroda dulu) ya." Hampir setiap hari selalu diingatkan. Saat itu aku yang masih polos hanya bisa mengiyakan, dan memang kuikuti apa pesan bapak dan ibuku. Semakin dewasa pesan itu menjadi sebuah kebiasaan dalam diriku. Menjadi pedoman setiap kali aku bertemu dengan guru di sekolah atau dosen ku di kampus. Seperti memberi salam, memperhatikan saat di kelas, mencatat pelajaran, dan tidak bergurau saat guru menjelaskan. 

Kedua orang tua menjadi contoh bagiku dalam menuntut ilmu, terutama cara berbakti kepada guru. Ada sebuah cerita tentang kedua orang tuaku, sudah cukup lama terjadi, mungkin sekitar 5-6 tahun lalu. Saat itu aku diajak ibuku tilik (menjenguk) orang sakit, sepulang dari tilik kami semua berpamitan dengan rombongan. Ada mbah Sugeng salah satunya. Beliau ini adalah guru ngaji bagi ibu-ibu di kampungku, usianya mungkin sudah hampir 70 tahun kala itu tapi masyallah masih kuat fisik dan bagus ilmunya. Ibuku mendekati beliau, menjabat dan mencium tangannya. Seraya pamit, "Mbah, pamit riyin. Nek enten tilikan malih kulo dikabari nggih." (Mbah, pamit pulang dulu. Kalau ada rombongan jenguk orang sakit, tolong saya dikabarin ya).

Aku kaget kala itu, reflek langsung kutanya kepada ibukku selepas aku juga berpamitan, "Buk, ibuk kok salim simbah karo dicium to. Ibu kan cah gede." (Buk, ibuk kok menjabat tangan simbah sambil dicium sih. Ibu kan anak besar.) Maksudku saat itu, kenapa ibukku yang sama-sama orang dewasa harus menyalami simbah sambil mencium tangan seperti aku, seperti anak kecil saja. Ibuku dengan segera langsung menjawab,"Yo rapopo (ya gak apa-apa) kan jadi tanda kalau kita menghormati beliau. Jadi orang gak usah sok tinggi, mentang-mentang sudah sama-sama tua trus gak hormat gitu?" Aku tertegun sekaligus bersyukur, sebuah pesan untuk diriku yang masih kuingat sampai saat ini.

Lain lagi dengan bapak, yang selalu berpesan agar tidak hanya dengan otak namun juga dengan hati untuk menuntut ilmu. Jangan cuma pinter tapi juga menjadi orang yang peka terhadap sekitar.

Mungkin inilah pentingnya adab sebelum ilmu menjaga kita untuk tetap rendah hati, mau belajar, mampu bertoleransi, dan bersyukur.

Comments

Popular Posts