Tentang Membereskan Mainan

Di suatu siang jam sudah menunjukkan lewat tengah hari, adzan Dzuhur sudah berkumandang. Hanif dan seorang temannya masih asyik bermain pasir di depan rumah. Kupanggil namanya, mengingatkan bahwa waktu bermain harus dicukupkan dulu. Sudah waktunya sholat dzuhur, makan siang dan tidur siang. Dipanggil sekali cuma bilang iya, dipanggil kedua kali cuma diem aja, baru yang ketika dia bilang, "Sebentar buk, ini lagi dirapiin mainannya." Lalu kudengar dia meminta tolong temannya untuk membantu merapikan. "Ayok, tolong bantu rapiin.", katanya dalam posisi jongkok meletakkan mainan-mainannya. Si teman yang berada di posisi berdiri hanya diam saja. "Ayoooo, bantuuuin.", ajak Hanif sekali lagi. Tapi si teman ini hanya memutar badannya ke depan ke belakang mengisyaratkan dia enggan membantu. Aku mengamati dari jauh raut wajah Hanif yang cemberut. "Sudah belum Nif?" "Ini, dia gak mau bantuin buk." "Yaudah, Yuukk, *sebut nama si teman Hanif* pulang dulu ya, istirahat dulu nanti main lagi. Gak apa Hanif beresin sendiri ya, Hanif ayok bertanggung jawab sama mainannya.", ucapku yang diikuti kata ajakan Hanif untuk bermain lagi nanti sore. Si teman Hanif tadi mengiyakan dan kemudian berlari menjauh pulang. Hanif kupanggil kembali, memastikan dia sudah selesai membereskan mainan. Kulihat mainannya tertata rapi seperti orang berjualan. Dia benarkan letaknya lalu mengibaskan tangan dan menepukkan telapak tangan satu sama lain. Ia berlari ke arahku. "Nanti boleh main lagi buk?", tanya anakku dengan mata sayu karena sudah mengantuk. Jam segini memang jadwalnya Hanif tidur. "Boleh dong, setelah bangun tidur ya." Kuarahkan dia masuk ke kamar mandi langsung cuci tangan, kaki, wajah, dan pipis. Tak lupa kuminta dia melepas baju dan celana luarnya agar dapat tidur dengan kondisi bersih. Alhamdulillah, kali ini tidak ada perdebatan sengit antara aku dan anakku. 
Aku bangga sekali dengan perkembangannya selama ini. Mungkin aku dan suami termasuk yang selalu merayakan setiap perkembangan anak. Sesederhana apapun itu, kami selalu mengapresiasi. Seperti gambar ceritaku di atas tentang kejadian kala itu, hanya perkara dia mampu membereskan mainannya. Aku sudah sebangga itu, bagiku tidak hanya sebatas mampu membereskan kembali mainannya tapi juga ada beberapa hal yang menjadi catatan baik untuk anakku, seperti :
- Hanif mampu bertanggung jawab dengan barang miliknya
- berani bertindak dan mengajak temannya untuk membantu membereskan meskipun pada akhirnya temannya tidak mau membantu dan hanya dia sendiri yang membereskan
- mampu mengontrol diri ketika temannya tidak mau membantu dan ketika kuminta membereskan kembali mainannya (yang terkadang masih suka kesal, males dan ngedumel tapi kali ini dia mampu bersikap lebih tenang)
- mampu mengemukakan pendapat menanyakan boleh main lagi atau tidak
- mengikuti aturan baik yang diberikan seperti setelah bermain harus langsung masuk kamar mandi cuci tangan, kaki, wajah, dan melepas pakaian sebelum tidur siang
Masyallah tabarakallah, sebanyak itu yang kami lihat dari anak.

Alhamdulillah pembiasaan baik ini sudah kami sampaikan dari dulu saat dia mulai bisa bermain sendiri. Awalnya belum mengerti, lalu tidak mau sama sekali, lalu meminta bantuan, kemudian kami saling bantu merapikan, alhamdulillah perlahan kini Hanif memahami bahwa membereskan kembali mainan adalah bentuk tanggung jawabnya setelah selesai bermain. Dia lakukan sendiri secara otomatis setelah bermain. Kami juga sampaikan membereskan mainan yang dipakai juga berlaku ketika bermain di rumah teman dan di sekolah. Alhamdulillah di sekolah pun diajarkan adab yang sama.

Sore itu Hanif bermain di rumah temannya, di halamannya saja karena memang tidak kubolehkan masuk rumah tetangga, dia duduk dengan tenang, kuajak pulang untuk mandi belum mau, yaudah akhirnya kuberi pesan ke Hanif agar membereskan mainan setelah selesai, lalu kutinggal balik ke rumah. Tak berapa lama dia pulang, meminta mandi sambil cerita. "Tadi disuruh mamanya *nama teman* untuk mandi buk karena sudah sore." Aku mengiyakan. "Tadi aku bereskan mainan semuanya sendirian loh buk, malah yang lain nggak bantu.", katanya melapor. Aku lagi-lagi hanya bisa mengapresiasi dan memvalidasi sikapnya itu. "Serius Nif? Wah, bagus itu setelah selesai bermain memang harus dirapikan, dikembalikan lagi. Makasih ya Nif.", kataku sambil memberikan sikat giginya.

Mungkin memastikan mainan kembali dengan lengkap adalah tanggung jawab si pemilik mainan, tapi kita sebagai yang dipinjami sudah seharusnya ikut membantu membereskan sebagai tanda terima kasih karena sudah diijinkan bermain dan bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri karena sudah menggunakan mainan-mainan itu. Ketika ada teman Hanif yang bermain ke rumah kami pun, biasanya tetap aku ingatkan agar membantu membereskan mainan. Entah ini salah atau benar menyuruh anak orang lain mengikuti aturan kita, tapi berhubung berada di halaman rumah kami jadi ya anggap saja itu masuk aturan kami ya. Begitu juga ketika anakku diminta oleh orang tua anak lain untuk membereskan, aku dengan senang hati dan lapangan dada mengijinkan karena bagi kami ini bagian dari adab. 

Comments

Popular Posts