Tentang Mengurai Isi Kepalaku yang Rumit

Setiap orang punya cara untuk mengekspresikan diri, bisa menyanyi, menulis, membaca, menari, melukis, bermain sepak bola, karate, dan lainnya. Kalau aku, sejak kecil aku suka membaca, dulu setiap kali bapak beli koran di pinggir jalan aku selalu ikut mencari-cari bahan bacaan, saat itu yang aku suka adalah majalah Bobo, Hai, tabloid Gaul, Aneka Yes, dan komik shoujo. Aku ingin sekali selalu membaca sesuatu yang bisa menambah wawasan apapun itu, termasuk berita artis, atau tutorial kreasi dari koran. Aku biasanya pegang-pegang dulu majalah atau tabloidnya, kalau bahasan saat itu menarik, aku minta dibelikan, tapi kalau tidak terlalu menarik aku hanya akan melihat-lihat saja. Sebelum aku minta dibelikan biasanya bapak selalu menawarkan lebih dahulu. Senang sekali saat ditawarin seperti itu karena pasti bapak sedang punya uang lebih. Maklum, saat itu untuk membeli buku bacaan hiburan semacam itu rasanya mahal sekali. Kadang aku harus mengumpulkan sisa uang saku untuk bisa beli, lalu kalau uangnya kurang baru dengan pertimbangan meminta tambahan ke bapak atau ibuk. Itulah kenapa aku selalu dibilang kutu buku dan kurang pergaulan karena waktuku kuhabiskan dengan membaca di kamar atau ke tempat penyewaan buku. 
Dari membaca majalah, tabloid, atau komik hiburan itulah aku suka sekali membuat cerita. Dulu aku tidak punya komputer atau ponsel pintar seperti sekarang, jadi aku menuliskan ceritaku di buku tulis biasa. Alhamdulillah dulu aku cukup berprestasi jadi sering dapat buku dan alat tulis gratis. Aku ingat, dulu pernah membuat satu cerita utuh di satu buku tulis dengan tulisan tangan. Setiap malam setelah belajar aku menulis satu adegan cerita. Kalau salah, hapus, begitu seterusnya. Saat galau lah aku paling mudah mengeluarkan kata-kata menjadi cerita. Tulisanku saat di MI dan SMP dulu sebatas coretan di buku dan tugas sekolah, hingga akhirnya aku coba ikut lomba menulis cerpen yang diadakan Masjid Syuhada Kota Baru Jogja, alhamdulillah menang jadi juara 1 dapat hadiah uang Rp300.000 yang bagi pemula itu sangat berarti.

Bagiku menulis itu seperti menuangkan isi kepala yang penuh menjadi rangkaian kata yang lebih mudah dicerna, kalau sudah kutuliskan aku merasa sangat lega. Sampai saat ini aku menjadi diriku yang dewasa, memiliki peran sebagai istri, ibu, dan seorang pekerja, menulis adalah cara terbaikku mengurai isi kepalaku yang rumit. Untuk komunikasi pun aku lebih tertata dan kelihatan sopan jika aku menuliskannya daripada melalui lisan.

Oh ya selain membaca dan menulis, aku juga suka menggambar, yang ternyata kebiasaan menggambar ini menurun ke anakku. Anakku suka menggambar apa yang dia lihat, yang dia suka, atau yang membuat dia penasaran. Ternyata mengurai isi kepala itu bisa diekspresikan dengan berbagai cara, yang terpenting kita harus tahu kebutuhan kita dan yang membuat kita paling nyaman. 

Comments

Popular Posts