It Takes A Village to Raise A Child
Rasanya quote yang ada di judul itu memang berdasarkan pengamatan penggagasnya melihat keadaan kala itu. Kalau dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih, "butuh (orang) sekampung untuk membesarkan seorang anak". Jadi, seminggu terakhir ini aku bertemu guru Hanif, lalu bu gurunya menceritakan kondisi Hanif di sekolah yang katanya kalau Hanif beberapa kali mengeluarkan kata-kata tidak baik dan usil.
"Maaa, masyallah Hanif akhir-akhir ini suka berbicara kurang baik dan usil maa. Mohon maaf baru sempat memberitahu.", kata gurunya mendatangiku sore sepulang TPQ saat aku menjemput Hanif dan menunggui Hanif yang masih main.
"Ehh, bagaimana bu?", kataku mengonfirmasi
"Begini maa, masyallah, kata anak-anak yang melaporkan, Hanif sering bilang 'eek' dan 'anjing' maa. Lalu pernah ketahuan bercandanya berlebihan. Jadi ada telapak tangan temannya dipegang lalu berusaha diarahkan ke colokan listrik. Untungnya temannya bisa menahan maa."
"Astaghfirullah, yaa allah. Kapan itu maa?"
"Akhir-akhir ini maaa.. Mungkin coba bisa ditanyai kenapa bisa berbicara demikian dan kenapa sampai bercanda berlebihan."
"Yaa Allah." Langsung deg-degan, sedih sekali rasanya. "Baik bu coba nanti saya tanyai bu."
Bener aja sampai di rumah kulapor ke ayahnya. Lalu Hanif kami tanya-tanyai. Saat kutanya, "apa kamu bilang 'eek' ke temanmu?" Jawab Hanif "nggak buu, bener." Lalu kuingat-ingat lagi istilah lain untuk eek itu ada 'tai', "kalau 'tai', pernah bilang begitu?" Hanif langsung terdiam. Benar brarti yang dimaksud bu guru bukan kata 'eek' nya tapi kata kotor sejenis itu. Lalu kutanyai lagi, "kalau mengatakan 'anjing' pernah?" Hanif menyangkal lagi, "nggak bukk bener". Aku ingat-ingat lagi hewan yang bunyinya seperti kata itu, "kalau 'kambing', kamu pernah bilang begitu?" Dia mengangguk, "iya." Wajahnya merasa bersalah dan menahan tangis. "Sekarang dengarkan ibuk dan ayah, kata-kata yang disebut tadi, seperti 'tai' dan 'kambing', 'anjing' atau nama hewan lainnya, itu tidak boleh digunakan untuk menyebut nama teman atau orang lain. Kalau Hanif ucapkan tidak seusai dengan konteks ucapannya, itu mencela dan berkata kotor Nif namanya." Aku kesulitan menjelaskan, tapi saat itu kukasih contoh saja. Dia mengangguk dengan bete.
Aku mulai mencari tahu, "Hanif mendengar dari siapa kata-kata itu? Ayah dan ibu sama sekali tidak pernah bilang seperti itu loh." Dia mencoba mengingat-ingat. Kami pun juga. "Dari si S ya? Ibu ingat pernah dengan dia sebut-sebut kata 'tai' berkali-kali waktu bermain." Hanif mulai mengingat, "iyaa si S itu yaa buk gak baik." "Iyaa, makanya Hanif jangan ikuti. Hanif boleh bermain tapi tolong jauhi yang jelek. Jangan lagi menyebut nama hewan saat bermain ya. Janji yaa." Dia mengiyakan dengan loyo.
Dari kejadian itu, aku belajar bahwa ternyata teman itu sangat berpengaruh. Jika aku flashback waktu main Hanif dan si S sebulan terakhir cukup sering. Apalagi si S dan N sering main di depan rumah kami sampai malam. Kami pikir mereka masih aman untuk diajak bermain. Tapi ternyata si S yang mengucapkan kata kotor itu jadi sering didengar oleh Hanif. Hari ini aku lihat dengan sendiri, saat si S dan N ini kuperingatkan agar tidak bermain sampah dan segera membereskan mainannya, bukannya sungkan, mereka malah membalas perkataanku dan mengabaikan, parahnya dia bermain gabus membuat kotor halaman orang, meskipun bukan halaman rumahku tepat. Tapi kesal rasanya karena mereka tak bertanggung jawab membersihkan setelah bermain. Akhirnya karena selalu begitu aku laporkan dia ke ibunya, dan ibu mereka datang mengonfirmasi maghrib tadi. Mereka tidak marah kepadaku, hanya minta maaf yang sebenarnya tidak perlu karena bekasnya pun sudah bersih. Aku berpesan untuk saling mengingatkan kalau Hanif juga melakukan hal yang sama tolong ditegur.
Aku memaklumi para ibu ini, yang sama sepertiku bekerja dari pagi sampai petang, bahkan di jam libur juga. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga untukku. Perlunya membatasi waktu bermain anak dan memantau dengan siapa mereka bermain. Selain itu sebagai orang tua tidak boleh lupa untuk selalu instrospeksi diri dan tak perlu dibawa perasaan ketika ditegur terkait anaknya. Harus lebih banyak memberikan stimulasi positif ke anak agar anak dapat membawa diri dengan baik, jangan jadi contoh yang buruk untuk anak.
Comments
Post a Comment