Piala Pertama Hanif
Bulan Mei 2024 ini anakku banyak kegiatan lomba tingkat sekolahnya. Mulai dari lomba individu, kelompok hingga lomba bersama orang tua. Tanggal 8 Mei 2024 lalu dia lomba individu hafalan surat pendek, karena masih kelas tamhidi jadi dia mendapat surat Al-Lahab. Kata Hanif, dia lancar membaca dan pas latihan hari-hari sebelumnya memang dia sudah hafal namun belum fasih pelafalannya. Tanggal 9 Mei 2024 saat libur tanggal merah, Hanif mengikuti lomba kelompok dan lomba bersama orang tua. Nah, di sini drama di mulai. Selesai lomba berkelompok, dia masih menunggu giliran untuk lomba bersama orang tuanya. Mungkin deg-degan dan bosan sekaligus jadi dia malah susah diatur dan manja. Selama menunggu dia gak bisa anteng, mondar mandir, usil dengan temannya, susah dikasih tahu. Sampai akhirnya giliran dia dan ayahnya main. Awalnya berjalan lancar sampai pas mau mencapai finish malah jatuh dan akhirnya anaknya ngambek. Hahahaha Bener-bener cara mengelola emosi yang kurang baik dari Hanif. Dibujuk-bujuk mau kemudian finish dengan terpaksa dan kalah. Setelah bermain dia bukannya istirahat dan tenanng malah lari-larian tak karuan. Aku yang sejak tadi menemani capek juga, akhirnya memilih duduk dan menjauh dari anakku bermain. Dia terlihat mencari. Wajahnya mulai khawatir dan menahan tangis. Aku hafal wajah itu. Tapi baiknya, dia jadi anteng, mau mengikuti aturan, meskipun sepanjang dia duduk dan mendengarkan, wajahnya benar-benar sedang menahan nangis.
Nah, momen pengumuman pemenang pun tiba. Kupikir semua lomba diumumkan, ternyata hanya lomba berkelompok dan lomba bersama orang tua. Lomba berkelompok semua mendapat hadiah. Sedangkan lomba bersama orang tua tidak, hanya yang menang mendapat hadiah dan piala. Saat pengumuman ini lah aku keluar mendekat ke arah anakku yang sedang memperhatikan pengumuman. Ketika melihatku, wajahnya berubah jadi berbinar, ada kelegaan, dan tangisnya pun pecah di pelukanku. Entah sudah lelah, kesal atau bersyukur melihat aku terlihat kembali, anakku malah nangis. Pas sekali dengan momen pemberian hadiah lomba bersama orang tua. Hanif berdiri mendekatiku, memeluk badanku, kemudian raut wajah lega yang tadi terlihat berubah menjadi raut wajah menangis, dan buliran air mata keluar dari wajah mungilnya. Nangis. Ketika ditanya, dia bilang "Hanif pengen piala." Diulang-ulang bilang begitu sampai ngambek, dilihatin teman-temannya. Teman-temannya yang melihat secara spontan bertanya, "Hanif kenapa menangis", Lucu sekali dan perhatian. Ketika mulai tenang gantian mulutnya yang mengomel, "Hanif tadi kalah, gara-gara ayah jatuhin kertasnya." Pokoknya jadi menyalahkan banyak orang. Kami tenangkan sampai guru-gurunya mendatangi untuk menenangkan. Hanif, "Itu Hanif, semua dapat hadiah meskipun kalah. Karena semua sudah belajar lomba dengan jujur." Dia melirik barisan teman-temannya yang mengantre hadiah. "Kok beda, kenapa bungkusnya seperti itu, aku mau pialanya." Mulai merengek. Sampai akhirnya berhasil dibujuk dan kami segera meninggalkan lokasi, pamit pulang. Kebetulan memang boleh langsung pulang. Selama perjalanan pulang pun masih setengah legowo, kemudian beli Mixue es krim baru dia sedikit lupa dan tersenyum. Kami bilang, "Hanif menang dan kalah dalam lomba itu wajar. Kalau Hanif kalah itu tidak apa, belum rejekinya berarti. Tandanya Hanif harus makin giat belajarnya." Kami ulang terus sampai rumah.
Nah, pagi harinya ada pembagian lomba hadiah individu dan minat bakat. Saya dikabari gurunya melalui pesan WA, "Alhamdulillah, barokallah Hanif juara 2 lomba individu hafalan surat pendek bu.." Seketika aku lega membaca WA itu. Membayangkan betapa bahagianya Hanif menerima hadiah itu. Tak berapa lama, sebuah foto diterima, seorang anak laki-laki dengan senyum manis penuh yakin menenteng piala dan sertifikat di tangannya. Masyallah, alhamdulillah. Terima kasih yaa Allah.
Comments
Post a Comment