Obrolanku dan Anak

"Ibuk, hari ini aku nggak belajar dulu ya."
"Kenapa emang?"
"Kan tadi aku udah belajar seharian di sekolah."
"Oh oke, tapi besok belajar ya?"
"Oke buk" (Mengayuh sepeda menjauh) 

"Nif, ibuk tambah buatkan ayam krispi dulu ya."
"Mm.. Gak usah ibuk, seadanya aja."
(Aku mengeluarkan sayuran rebus, bumbu pecel, tahu tempe kentang goreng) "Kayak gini mau?"
"Boleh deh buk gorengin aja. Hehe" Jadi dia lebih memilih ayam krispi dari pada sayur bumbu kacang hahaa

"Sini Nif, cuci tangan dan kaki dulu.."
(Nengok ke belakang, anaknya sengaja jalan pelan-pelan) 
"Ayok, cuci dulu.."
"... 'Sayang', Gitunya mana?", kata anakku
"Ohh.. (Aku tersenyum tipis). Sayangku Hanif anak sholeh, cuci tangan dan kakinya dulu sini..", kataku menambahi. 
"Okeeee", jawabnya sambil nyengir, lalu berlari ke arahku.
Percakapan-percakapan sederhana seperti itu hampir setiap hari menghiasi rutinitasku sebagai ibu bekerja. Tak kusangka, aku bisa mengobrol dengan anak kecil berusia lima tahun, seperti layaknya orang dewasa. Dia mulai belajar bernegosiasi kala sedang tak ingin belajar, memilih opsi makanan yang dia suka, atau sekedar menirukan ucapan yang biasa aku keluarkan. Potongan percakapan mungkin tak sepenuhnya menggambarkan keadaan kala itu. Banyak sekali bahkan yang tak sempat terdokumentasi, hanya tersimpan di ingatan kami para orang dewasa di rumah ini. 

Aku masih tak menyangka, aku memiliki sahabat sekecil ini yang kuajak diskusi apapun bisa menanggapi dengan bahasa dan pemikiran sederhananya. Ada kata yang sering dia utarakan saat menanggapi ceritaku, yaitu kata 'mungkin'. Dia selalu membuat dugaan dengan kata mungkin, lucu sekali.
"Kenapa ya Nif kok kucingnya suka sekali main di depan rumah kita?", tanyaku membuka topik
"Iya ya bu, kenapa ya? Mungkin nyaman ya bu main di dekat mobil kita..", jawabnya menduga-duga.

Sangat lucu ketika dia ingin meyakinkan jawabnya, dia gunakan kata 'bahkan' di awal kalimatnya dan nada yang penuh keyakinan.
" Iyaa Nif, karena teduh sepertinya di bawah mobil kita tuh."
"Iya bu, bahkan nyaman karena luas tempatnya ya bu.", jawabnya. 

Hanif tak pernah sungkan mengungkapkan apa yang dia mau. Seperti kala itu.. 
"Ibuk, tolong Hanif belikan botol minum."
"Kenapa emangnya yang punya Hanif ini?"
"Ini susah minumnya buk, harus seperti ini. Nih lihat buk, lihat ada sisanya kan, gak bisa keminum." (Praktekin cara minumnya) 
"Oh ya besok ibuk carikan dulu, mau yang besar atau yang kecil wadahnya?"
"Mmm.. Yang kayak itu loh buk, yang ini botolnya seperti punya ayah. Ini mudah minumnya. Kann.. "(Sambil nunjuk botol minum ayahnya)
Lalu aku coba mencari cara agar botol itu masih bisa digunakan. Kutarik sedotannya, lalu tutup kembali.
"Nih lihat, sudah seperti botol ayah kan?"
Dia tersenyum kaget sekaligus senang. Dia coba botolnya untuk minum.
"Mantaap bisa buk"
"Alhamdulillah, pakai dulu seperti ini ya botolnya, masih bagus soalnya."
Banyak obrolan yang berkesan dengan anakku ini. Semoga sampai dewasa nanti tetap mau mengobrol dengan ibuk ya Nif. Aamiin. 

Comments

Popular Posts